
Raihan Iskandar dari F-PKS yang diberi kesempatan bertanya kepada Mendiknas mengatakan, yang menjadi masalah di lapangan bukan soal jumlah kelulusan, tapi bagaimana moral siswa. "Merujuk Sisdiknas, peran guru itu begitu kuat dalam proses mengajar dan mendidik. Adanya UN ini mengerdilkan peran guru dalam mendidik anak didiknya," kata Raihan.
Anggota DPR asal daerah pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) II ini menambahkan, tingginya angka ketidaklulusan siswa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Nusa Tenggara Timur perlu menjadi perhatian.
Herlini Amran, rekan sefraksi Raihan juga menyampaikan sikapnya soal UN. "Saya usul supaya UN ini tidak menjadi syarat kelulusan. Untuk komposisi soal harus diseragamkan dengan keragaman daerah lokal," tegas anggota DPR daerah pemilihan Kepulauan Riau ini.
Theresia Pardede dari F-PD tak mau ketinggalan. "Sistem pendidikan kita perlu dibenahi. UN jangan dijadikan alat ukur. Kalau digunakan alat ukur apakah bisa dipertanggungjawabkan? Karena kemampuan setiap orang berbeda, tidak bisa diukur dari ketidakmampuan satu bidang dapat menggugurkan proses belajar yang telah lama dilakukan," papar Tere, sapaan akrabnya.
Sebelumnya di forum yang sama, Mendiknas Muhammad Nuh mengatakan, terkait evaluasi UN, kelulusannya di tahun ini meningkat. Total yang lulus ujian SMP/MTs tahun 2009-2010 99,45 persen. Sementara yang yang tidak lulus 0,5 persen. "Memang ada penurunan nilai rata-ratanya. Ketidaklulusan terjadi di 578 sekolah dengan jumlah 9.500 siswa. NTT, DIY merupakan salah satu daerah yang angka ketidaklulusannya tinggi," kata Nuh. (zik/zik)
Kusti'ah - Jurnalparlemen.com
0 Comments:
Posting Komentar